… di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut! (Rut 1:17).
Ayat ini biasa diucapkan dalam janji nikah bukan? Tapi coba perhatikan, konteks aslinya ternyata bukan dalam hubungan antara suami dan isteri melainkan antara dua perempuan: hubungan mertua perempuan dengan menantunya perempuan. Alangkah sentimentalnya perkataan ini, demikian pendapat beberapa orang. Namun, bicara tentang sentimental, sebenarnya kalimat dari Orpa juga cukup sentimental: “Tidak, kami ikut dengan engkau pulang kepada bangsamu” (ayat 10). Sampai pada ayat ini kedua-dua menantu Naomi sama-sama memiliki solidaritas untuk tetap mau tinggal bersama dengannya. Lalu mengapa akhirnya Orpa meninggalkan Naomi juga? Orpa meninggalkan Naomi setelah Naomi mengucapkan satu kalimat fatal yang tidak mungkin bisa dipahami oleh Orpa: “… bukankah jauh lebih pahit yang aku alami dari pada kamu, sebab tangan TUHAN teracung terhadap aku?” (ayat 13). Apalagi yang akan mengikat Orpa untuk tetap tinggal bersama dengan mertuanya? Mertuanya sendiri berpendapat bahwa TUHAN sedang berperang melawan dia! Dan justru di sinilah letak perbedaan Orpa dan Rut.
Continue reading
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi (Kej. 1:1).
Begitu sederhananya ayat pertama dari Kitab Suci yang kita percaya. Permulaan Kitab Kejadian tidak memberikan argumen yang panjang lebar tentang mengapa Allah itu ada. Sebaliknya, keberadaan Allah merupakan asumsi dasar yang tidak perlu dipersoalkan lagi. Di tengah-tengah dunia yang memperdebatkan apakah Allah berada atau tidak berada, Kitab Kejadian langsung memulai dengan Allah, Pencipta langit dan bumi. Kitab Kejadian adalah kitab asal-usul (genealogi): baik asal usul bangsa Israel (cerita Abraham, Ishak dan Yakub) maupun juga akhirya asal usul seluruh umat manusia. Manusia tidak mungkin mengerti keberadaannya sekarang tanpa mengetahui asal usulnya. Alkitab mengatakan bahwa manusia, ya, seluruh alam semesta itu diciptakan.
Continue reading
Bacaan: Lukas 9 : 24 – 36
Tiga minggu lalu sudah kita bahas sampai ayat 23 dan ayat 24 coba kita review sedikit, di situ Yesus memberikan satu pengajaran yang paradoks, waktu Dia mengatakan, barang siapa yang menyelamatkan nyawanya akan kehilangan nyawanya, tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karena Yesus, dia justru akan menyelamatkannya. Bagian ini berkait sangat erat dengan ayat sebelumnya waktu kita membaca ayat 23, Yesus menantang murid-muridNya dan saya percaya kita semua juga untuk mengikut Dia, menyangkal diri, memikul salib setiap hari, sebagai satu gambaran ekspresi mengikut Yesus. Ajakan ini kalau kita dengar begitu saja seperti tampak menakutkan, membuat kita memiliki hati yang takut dan gentar, apalagi dengan satu gambaran salib.
Continue reading
Bacaan: Yohanes 10:10-18
Pergi dari rumah jam berapa? Naik apa tadi? Ke mana? Pertanyaan seperti ini wajar kita ajukan ketika kita mendapati salah seorang anggota keluarga yang kita kasihi ternyata sedang tidak berada di rumah. Namun ‚kekuatiran‘ seperti ini hanyalah sesaat saja, karena kita tentunya berharap bahwa dia pasti akan kembali pulang ke rumah. Pertanyaan akan menjadi jauh lebih menguatirkan jika ternyata kepergian itu adalah sebuah kepergian ke dunia yang lain, dunia yang tidak kelihatan, ke mana kita tidak/belum bisa menyusul mereka. Mereka yang telah menyatakan dengan jelas iman percaya mereka kepada Yesus Kristus selama kita sedang bersama dengan mereka tentunya akan tidak menguatirkan karena kita percaya mereka sudah pasti akan bersama dengan Kristus di Firdaus. Namun pertanyaan yang menghantui bisa timbul jika kita tidak mendengar pengakuan verbal sama sekali dari anggota keluarga yang kita kasihi itu bahwa ia memang sungguh-sungguh telah menerima Kristus dalam hatinya. Bagaimana saya bisa percaya bahwa dia bersama dengan Kristus di Firdaus setelah kematiannya?
Continue reading
oleh Ev. Yadi Sampurna Lima
Bacaan: Kejadian 37:36
Bacaan: Kejadian 39:1
Pergumulan Tamar dengan Yehuda (anak Lea) dimulai dari serangkaian kematian yang dialami anak-anak lelaki Yehuda yang dinikahkannya dengan ‘perempuan itu’. Er, suami Tamar yang pertama adalah ‘jahat di mata Tuhan’ sehingga harus mati sebagai hukumannya (Kej. 38:7). Tidak dijelaskan oleh si penulis seperti apakah kejahatan si Er ini, tetapi yang jelas penyebab kematian Er bukanlah Tamar, sebagaimana dituduhkan Yehuda di kemudian hari. Posisi Er sebagai suami Tamar, sebagaimana menjadi kebiasaan di tengah Israel, digantikan oleh adik lelakinya, Onan. Tetapi Onan inipun melakukan yang ‘jahat di mata Tuhan’ dengan cara menolak untuk ‘membangkitkan keturunan’ bagi kakaknya (ay. 10). Habis sudah kesabaran Yehuda. Semua salah perempuan itu.
Continue reading