Mengenal Allah

Manusia adalah makhluk yang diciptakan untuk memiliki pengetahuan. Keinginan untuk tahu adalah pemberian Tuhan yang sudah ada dalam diri manusia, karena manusia tidak dapat melepaskan diri dari kebenaran. Entah hubungan itu berupa penolakan akan kebenaran, ataupun penerimaan kebenaran. Pengetahuan, atau lebih tepat pengenalan akan kebenaran itulah yang membawa manusia kepada hidup yang seutuhnya.

Di dalam iman kristen, kebenaran itu adalah kebenaran yang bersifat personal (bukan sekedar rumusan atau proposisi2 tertentu). Sehingga pengetahuan kebenaran itupun bersifat relasional (dari pribadi ke Pribadi). Maka sekali lagi, lebih tepat kita mengatakan pengenalan, dan bukan sekedar pengetahuan. Apa beda antara keduanya? Pengetahuan dapat bersifat memperobyek, menjadikan apa yang kita ketahui sebagai obyek. Saya, sebagai subyek yang mengetahui, kemudian Allah menjadi obyek yang kita ketahui. Pengetahuan dalam pengertian seperti ini dapat membahayakan, karena dapat mengakibatkan kita tidak mengenal posisi kita yang sesungguhnya (sebagai subyek yang seolah lebih tinggi daripada obyek). Maka Allah, sebagai kebenaran personal yang mahahidup, tidak hanya diketahui secara obyektif, melainkan menyatakan diriNya sebagai subyek, yang menuntut perendahan diri serta cinta kasih setiap orang yang menyatakan diri mengenal Dia. Pengenalan akan Allah selalu bersifat relasional.

Alkitab bahkan menggunakan istilah mengetahui dalam pengertian yang sangat dalam. Kata ginoskein, yang merupakan kata Yunani untuk “pengetahuan” dapat diterjemahkan menjadi “mengenal” atau “mengetahui”. Dalam Injil Yohanes ini sering dipakai dalam hubungannya dengan pengenalan akan Allah. Ini selalu menyangkut suatu hasil perjumpaan dan relasi pribadi berjalan bersama dengan Allah. Seperti misalnya yang tertulis dalam Yoh 6:69.

Seperti dikatakan oleh J.I. Packer dalam bukunya “Knowing God”, kita mengatakan pengenalan akan Allah dan bukannya pengetahuan tentang Allah. Yang pertama adalah pengetahuan yang sesungguhnya, sedang yang kedua dapat menjadi pengetahuan abstrak yang diperoleh melalui studi kata orang tentang Allah. Pada yang pertama selalu ada penghayatan dalam hidup sehari-hari, sementara pada yang kedua mungkin hanya merupakan konsumsi intelektual belaka. Pengenalan akan Allah yang sejati selalu melibatkan kerinduan, gairah, entusias untuk mengenal Dia lebih dalam lagi. Bagaikan seorang ilmuwan yang terpesona oleh hasil penemuannya dan terus terdorong untuk menyelidiki lebih jauh, demikianlah seseorang yang memiliki pengenalan akan Allah.

Pengenalan akan Allah juga adalah dasar semua pengetahuan yang lain. Van Til bahkan dengan ketat mengatakan bahwa semua pengetahuan yang dimiliki oleh manusia harus dikaitkan dengan pengetahuan/pengenalan akan Allah. Seberapa pentingkah hal ini? Apakah ada beda antara seorang kristen yang mengetahui bahwa 2+2 = 4 dengan orang yang bukan kristen? Atau seorang ilmuwan kristen yang mendapatkan hasil penemuan dari penyelidikannya dengan seorang ateis misalnya? Persoalan ini sebenarnya merupakan persoalan worldview. Karena boleh saja seorang ateis menemukan kebenaran yang sama benarnya dengan orang kristen (katakanlah dalam penyelidikan ilmiah), akan tetapi dia tidak sanggup untuk menempatkan kebenaran ilmiah yang dia dapatkan tersebut dalam tatanan kebenaran yang seutuhnya. Kebenaran yang dia temukan dalam alam ciptaan tersebut mungkin malah membawa dia ke dalam pengetahuan diri yang salah (misalnya menjadi congkak dan sombong), atau pengetahuan alam yang keliru (misalnya berpendapat bahwa alam pasti mempunyai jiwa atau kekuatan dari dirinya sendiri). Kebenaran selalu bersifat utuh (integrated), inilah yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang tidak percaya.

Maka bagi orang kristen pengenalan akan Allah membawa kepada pengetahuan diri yang benar, pengetahuan akan siapakah manusia, siapakah sesamaku dan juga pengetahuan akan ciptaan yang lebih rendah. Barangsiapa yang mengenal Allah adalah Allah yang Mahakudus, akan dibawa kepada pengenalan bahwa saya membutuhkan Juruselamat, yang berbelas-kasihan serta mau mengampuni dosa-dosa saya. Jalan itu sudah diberikan oleh Allah di dalam Yesus Kristus. Pengenalan akan Allah dan akan diri yang benar juga akan membawa kita kepada pengetahuan akan manusia, sebagai ciptaan yang tertinggi, bahkan diciptakan menurut gambar-rupa Allah (Kej 1:27). Dengan demikian kita harus mengasihi sesama manusia, karena setiap orang memiliki gambar-rupa Allah. Mengasihi sesama manusia demi Allah, dan bukan demi manusia itu sendiri, manusia sudah jatuh ke dalam dosa, sehingga ketika kita mengasihi manusia dan berusaha menyenangkan dia demi dirinya sendiri, maka kita akan diombang-ambingkan oleh rupa-rupa keinginan manusia (yang di dalam keberdosaannya merupakan kekacauan). Inilah yang disebut humanisme sekuler. Sebaliknya ketika kita mengasihi manusia demi Allah, di situ kita mengembalikan kemuliaan manusia sebagai mahkota ciptaanNya, dengan tujuan dan rencana asli untuk hidup memuliakan serta menikmati Allah. Yang terakhir, pengenalan akan Allah, diri sendiri dan sesama, akhirnya membawa kita kepada pengetahuan akan alam yang benar. Alam diciptakan untuk melayani manusia, bukan manusia yang melayani alam. Alam diletakkan di bawah penguasaan manusia, dan manusia di bawah penguasaan Allah. Penguasaan alam tanpa Allah, akan menjadikan manusia brutal, menghancurkan alam demi kenikmatan dirinya sendiri. Sebaliknya ketika seseorang mengenal Allah, dia dituntut dalam pertanggungan-jawab untuk mengelola serta mengusahakan bumi beserta segala isinya (Kej 2:15). Manusia didorong untuk mengerjakan kekayaan serta keindahan alam untuk dinikmati sehingga membawa ucapan syukur serta kehidupan yang semakin menyembah dan memuliakan Penciptanya. Hanya di dalam pengenalan akan Allah yang benar, yang disertai hati yang takut akan Allah, yang sanggup membawa manusia untuk menikmati alam secara benar. Demikian pula penyelidikan ilmiah akan alam akan membawa manusia semakin mengagumi kuasa serta kebesaran Allah dalam dunia ciptaanNya.

Kiranya Tuhan sendiri yang mengaruniakan kita pengenalan akan Allah yang sejati, yang sanggup memimpin kita untuk masuk ke dalam kekayaan pengenalan kebenaran yang seutuhnya. Soli Deo Gloria!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright 2017 Sola Dei Gloria. All Rights Reserved.