Renungan (Ester 4:16)
… kemudian aku akan masuk menghadap raja, sungguhpun berlawanan dengan undang-undang; kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati (Ester 4:16).
Bersama dengan Rut, tokoh Ester adalah sedikit dari sekian banyak perempuan yang dicatat sebagai tokoh utama dalam satu Kitab. Dalam Kitab Rut kita melihat bahwa hampir semua persoalan harus ditanggung oleh Rut dan Naomi, namun sebenarnya Tuhanlah yang bekerja di balik semuanya itu merajut kehidupan Rut dan menyediakan masa depan. Dibandingkan dengan Kitab Rut, Kitab Ester lebih lagi menyatakan gambaran yang seolah Tuhan tidak hadir. Ya, kita tidak mendapati nama Tuhan dalam Kitab Ester, semuanya diserahkan sepenuhnya kepada manusia. Apakah ini berbenturan dengan gambaran Allah dalam Kitab Keluaran, di mana kita membaca bahwa Tuhanlah yang bekerja dari awal sampai dengan akhir dan umat Israel cenderung ‘diam saja’ menantikan pertolongan Tuhan? Jawabannya adalah tentu saja tidak. Bagaimana kita mengerti paradoks ini?
Ada saat dalam kehidupan kita di mana Allah seolah tidak hadir dan berdiam diri, Ia menyerahkan seluruh persoalan kehidupan ke dalam tangan kita. Ini adalah saat di mana Tuhan sungguh menguji kepenuhan tanggung-jawab kita. Ada bagian Alkitab yang lebih menyatakan peran Tuhan dalam cerita keselamatan, di bagian yang lain dicatat bagaimana manusia sebagai makhluk moral juga harus bertanggung-jawab dalam menjalankan perannya dan tidak hanya seolah ‘bergantung kepada Tuhan’ namun tidak melakukan apa-apa. Kitab Ester mengajarkan cerita seperti ini.
Dalam cerita digambarkan bagaimana sekalipun Ester telah diangkat untuk menduduki posisi ratu, namun ada saat di mana identitas sebagai ratu di negeri asing itu berbenturan dengan identitasnya sebagai orang Yahudi. Ester harus melakukan pilihan di sini. Memang, ada saat di mana tidak terjadi benturan, di mana kita bisa mengintegrasikan keduanya, tanggung jawab dan kewajiban politis dan kehidupan beragama, atau, kebudayaan setempat dan kebudayaan yang diajarkan oleh Alkitab. Namun sekali lagi, tidak selamanya demikian. Ketika terjadi benturan, kita harus lebih memilih untuk menaati Allah daripada menaati manusia.
Ester menceritakan kesulitannya untuk menjalankan panggilannya menyelamatkan orang Yahudi karena dia sudah tiga puluh hari tidak dipanggil menghadap raja. Mordekhai kemudian mengatakan agar Ester jangan berpikir bahwa posisinya sebagai ratu akan membawa dia kepada keluputan yang khusus dari pembunuhan masal yang direncanakan Haman. Ester diajak untuk berpikir waras oleh Mordekhai bahwa posisi yang tinggi yang dikaruniakan oleh Allah itu bukan untuk dinikmati sendiri sebagai suatu hak khusus, ya, kesempatan untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman elit dan khusus. Bukan! Sekalipun Ester tidak mau tahu dengan kesulitan bangsanya, tetap akan datang pertolongan dan kelepasan dari tempat lain (yaitu dari Tuhan tentunya). Ester bukanlah juruselamat yang kepadanya seluruh bangsa sedang bergantung. Dia hanyalah instrumen yang bisa dipakai oleh Tuhan jika ia taat dan rela berkorban.
Selain itu Mordekhai juga mengingatkan bagaimana seharusnya Ester menghayati kedudukannya yang tinggi: yaitu dengan berpikir bahwa posisi khusus yang diberikan Allah itu sebenarnya telah dipersiapkan untuk menghadapi situasi, tugas dan tanggung-jawab yang berat. Posisi yang tinggi bukanlah jabatan bergengsi tanda orang yang berhasil dalam karirnya. Bukan. Sebaliknya, Allah memberikan posisi seperti ini karena Dia telah melihat bahwa akan terjadi kesulitan besar yang akan menimpa umat-Nya, maka Dia terlebih dahulu mempersiapkan Ester untuk duduk di kursi ratu. Ester mengambil keputusan yang benar, ia akan menghadap raja, dan ia mempersiapkan dirinya dengan berpuasa, bukan hanya sendiri, melainkan juga meminta dukungan dari semua orang Yahudi, sebuah ekspresi kebergantungan kepada Allah. Akhirnya Ester rela untuk menentang peraturan kerajaan dan memilih untuk berkorban bagi bangsanya. Ester lebih memilih kematian daripada harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat yang bertentangan dengan identitasnya sebagai orang Yahudi. Ia tidak menyembunyikan identitasnya. Ester akhirnya dipakai untuk menjadi ‘juruselamat’ bagi bangsanya, seperti Yesus Kristus yang juga rela mati. Tidak seperti Ester, Yesus sungguh-sungguh mati karena menyelamatkan umat-Nya. Ada saat di mana Tuhan memanggil kita untuk menjadi ‘juruselamat-juruselamat’ kecil seperti Ester.