
Tamar
oleh Ev. Yadi Sampurna Lima
Bacaan: Kejadian 37:36
Bacaan: Kejadian 39:1
Pergumulan Tamar dengan Yehuda (anak Lea) dimulai dari serangkaian kematian yang dialami anak-anak lelaki Yehuda yang dinikahkannya dengan ‘perempuan itu’. Er, suami Tamar yang pertama adalah ‘jahat di mata Tuhan’ sehingga harus mati sebagai hukumannya (Kej. 38:7). Tidak dijelaskan oleh si penulis seperti apakah kejahatan si Er ini, tetapi yang jelas penyebab kematian Er bukanlah Tamar, sebagaimana dituduhkan Yehuda di kemudian hari. Posisi Er sebagai suami Tamar, sebagaimana menjadi kebiasaan di tengah Israel, digantikan oleh adik lelakinya, Onan. Tetapi Onan inipun melakukan yang ‘jahat di mata Tuhan’ dengan cara menolak untuk ‘membangkitkan keturunan’ bagi kakaknya (ay. 10). Habis sudah kesabaran Yehuda. Semua salah perempuan itu.
Tak akan pernah ia memberikan Syela, anak lelakinya yang termuda, kepada Tamar! Di mata Yehuda, perempuan pembawa petaka itu bukan hanya gagal memberikan cucu guna meneruskan keturunannya, lebih parah dari itu, Tamar hampir-hampir saja menghabiskan ‘stok’ anak-anak lelaki yang dimiliki Yehuda. Tetapi Yehuda tidak dengan terus terang mengatakan hal ini kepada Tamar. Ia berdalih, Syela belumlah cukup umur untuk menikah, maka Tamar harus menunggu di rumah orangtuanya (ay. 11). Kemungkinan Yehuda berharap waktu jualah yang akan menyelesaikan masalah ini secara alamiah. Ia mungkin berharap lama kelamaan Tamar akan berkenalan dengan lelaki lain, atau mulai nyaman dengan keadaan hidup sebagai janda dan tidak terlalu menuntut lagi untuk menikahi Syela.
Tetapi Tamar tidak lupa. Ia juga bukan perempuan yang bodoh. Tamar tahu bahwa ayah mertuanya itu memang tidak ingin memberikan Syela kepadanya walaupun kini ia sudah cukup umur (ay. 14). Ketika didengar Tamar bahwa ayah mertuanya sedang ‘pergi menggunting bulu domba’ (ini adalah masa-masa ‘panen raya’ dimana seorang petani menuai hasil jerih lelahnya), ia menanggalkan baju yang biasa dikenakan seorang janda baik-baik, lalu ia ‘bertelekung dan berselubung’ dan ‘duduk di tepi jalan ke Timna’. ‘Bertelekung, berselubung, dan duduk di tepi jalan’ mungkin saja adalah cara penulis narasi kuno ini untuk menggambarkan apa yang ingin dicapai seorang penulis modern ketika ia mengatakan ‘mengenakan rok super mini, tank top super ketat, dan berdiri di perempatan jalan yang sepi di tengah malam’. Pretty woman dan Richard Gere. Indikasinya mungkin juga tidak sejelas itu. Kemungkinan juga Yehuda lah yang dengan pikiran kotornya melihat Tamar sebagai perempuan yang ‘bisa dipakai’ lalu mengajukan ‘indecent proposal’nya itu (ay. 16). Setelah tawar-menawar yang tidak berbelit-belit terjadilah transaksi itu. Satu anak kambing untuk satu set permainan. Tapi celaka! Perempuan ‘sundal’ itu menuntut jaminan. Ia menuntut Yehuda untuk menyerahkan ‘cap materai’, ‘kalung’ dan ‘tongkat’ (ay. 18). Jaminan ini nilainya tentu saja lebih mahal daripada anak kambing (lagipula barang-barang pribadi itu bisa disalah gunakan). Ini mungkin sama kasusnya dengan seorang PSK yang meminta pelanggannya untuk meninggalkan kartu kredit/buku bank, KTP/SIM/Paspor, dan arloji Rolex-nya sebagai jaminan pembayaran. Agak berlebihan memang, tetapi rupanya Yehuda sudah ‘ngebet’ sehingga ceroboh, ia segera menyetujui syarat itu (bandingkan respon karakter Yehuda kepada Tamar ini dengan respon karakter Yusuf kepada istri Potifar). Tidak dikatakan secara eksplisit memang, tapi penulis jelas mengindikasikan bahwa ‘atas kedaulatan Tuhan yang bijaksana’, Tamar menjadi hamil akibat transaksi dengan mertuanya itu.
Kabar kehamilan Tamar segera terdengar oleh Yehuda. Ia overacting. Ia menyuruh orang untuk membakar Tamar (ay. 24). Ini hukuman yang kelewat kejam dari orang yang tidak tahu diri. Hukum Taurat Musa yang tidak kenal kompromi itu saja tidak menghukum bakar perempuan-perempuan sundal. Mereka harus ‘dilenyapkan’ memang – tetapi tidak dengan cara yang sekeras pembakaran. Segera saja Tamar mengeluarkan kartu As nya. “Coba tebak, cap materai, kalung, dan tongkat milik siapakah ini?” katanya (ay. 25). Akhirnya dengan pahit Yehuda harus menelan kekalahannya. Gotcha! “Bukan aku, tetapi perempuan itulah yang benar” (ay. 26).
Selanjutnya, adegan kelahiran anak kembar dalam kandungan Tamar mengingatkan para pembaca kepada persaingan antara Esau dan Yakub – hanya saja kali ini si ‘adik’ berhasil menerobos keluar terlebih dahulu sehingga ia dinamai ‘Peres’, si penerobos (ay. 28-30). Yakub gagal dalam pergulatannya dengan Esau untuk merebut status ‘sulung’ – tetapi bertahun-tahun kemudian, cucu Yakub melalui istri yang tidak dikasihinya itu (Lea), melalui menantu yang disia-siakan itu (Tamar), melahirkan seorang bayi yang sukses dalam ‘membalikkan’ nasibnya sebagai ‘anak kedua’. Penulis kitab Kejadian ini seringkali memasukkan pola persaingan antara saudara kandung: Kain dengan Habel, Esau dengan Yakub, Lea dengan Rahel, Peres dengan Zerah. Ditulis bagi para pembaca yang hidup dalam masyarakat yang lebih menghargai ‘yang sulung’ tentu saja pola ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Bertahun-tahun kemudian, ketika seseorang menuliskan riwayat dari raja Daud, nama Peres, Tamar, Yehuda, dan Lea kembali disebutkan. Tamar, perempuan yang dikambinghitamkan oleh Yehuda, telah dipakai oleh Allah untuk melahirkan raja-raja yang besar dalam sejarah umat Allah: melalui Peres lahirlah Daud, Salomo, dan Yesus Kristus. Juga kebodohan Yehuda turut dipakai Allah untuk mewujudkannya. Leluhur bangsa Israel adalah manusia-manusia berdosa yang dipilih Allah bukan karena kebaikan mereka. Kisah-kisah hidup mereka menyatakan kepada kita betapa berdaulat dan penuh hikmat Allah Abraham, Ishak dan Yakub itu. Ia tidak seperti allahnya bangsa-bangsa lain, Ia mewujudkan keselamatan yang luar biasa melalui orang-orang yang sungguh tidak layak menjadi alat-alat-Nya. Benarlah kata rasul Paulus, di dalam banyaknya pelanggaran, kasih karunia Allah makin terlihat betapa limpahnya (Rom. 5:20). [Jadi S. Lima]
“Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. ” – Roma 5:20-21
Pertanyaan Renungan
- Seperti apakah reaksi anda membaca bagaimana Yehuda ‘meninggalkan sanak saudaranya’ untuk tinggal di rumah Hira, seorang yang tidak mengenal Allah Israel (orang Adulam), mengawini seorang perempuan Kanaan, dan menolak untuk memberikan Syela, anak lelakinya yang paling muda, kepada Tamar menantunya itu?
- Bagaimanakah kira-kira reaksi orang-orang Israel (khususnya orang-orang ‘Yahudi’ – yaitu yang mengikuti Rahabeam, anak Salomo ketika kerajaan itu pecah) saat mendengarkan kisah mengenai bapak leluhur mereka ini (Yehuda)? Apakah ini gambaran yang membanggakan bagi mereka sebagai keturunan Yehuda?
- Penulis kitab Matius membuka narasinya dengan silsilah dari Adam sampai kepada Yesus Kristus. Di antara nama-nama yang disebutkan sebagai para ‘leluhur’ Juru Selamat kita itu ada juga disebutkan mengenai ‘Peres yang dilahirkan Tamar dari Yehuda’ (selain tentu saja keturunan Daud dari ‘istri Uria orang Het itu’). Apakah yang dapat kita pelajari mengenai Tuhan kita yang penuh anugerah dan hikmat dari hal ini?